Nikah Siri Bla… Bla… Bla…

Semua pihak seharusnya bisa lebih arif dan bijaksana, dalam menanggapi RUU PERKAWINAN, yang dalam salah satu pasalnya akan mengatur pemidanaan bagi mereka yang terlibat dalam NIKAH SIRI, KAWIN KONTRAK dan POLIGAMI. Masyarakat semestinya berusaha memahami maksud baik Pemerintah yang memandang perlu mengeluarkan aturan tersebut, karena adanya penyalah-gunaan dan dampak negatif dari ketiga hal tersebut di atas. Apakah masyarakat tak melihat itu? Ataukah ada sebab lain?

logoKalau kita mau jujur dalam mencermati kejadian di sekitar kita, penyalah-gunaan dan dampak negatif dari ketiga modus perkawinan itu sangat terang benderang. Bahkan menurut saya, sudah waktunya ada kajian yang obyektif dan mendalam tentang fenomena ini. Boleh jadi manfaat dari diperbolehkannya nikah siri, misalnya, tidak lebih banyak daripada dampak negatifnya. Terutama yang dipraktekkan oleh masyarakat awam, yang lebih suka jalan pintas dan kemudahan yang ditawarkan.

Lebih lanjut, antara Pemerintah, Ulama dan umat atau Masyarakat awam, harus bersepakat tentang difinisi dari NIKAH SIRI itu sendiri. Sejauh yang saya tahu, setidaknya ada dua versi tentang pernikakan siri atau pernikahan yang disembunyikan ini. Pertama, pernikahan yang dilakukan tanpa wali dari pihak perempuan dan / atau tanpa saksi, sehingga bisa dianggap tidak sah, karena tidak memenuhi syarat atau rukun nikah. Hal ini terjadi karena tidak ada persetujuan dari wali atau mereka menganggap keberadaan wali tidak diperlukan. Perkawinan model begini biasanya hanya digunakan untuk mendapatkan LEGALITAS SEMU untuk pemenuhan syahwat yang menyimpang

Kedua, pernikahan yang sah menurut agama, tetapi disembunyikan dan tidak dicatatkan karena alasan tertentu. Misalnya, pernikahan pelaku poligami yang terkendala adanya aturan kepegawaian yang tidak mengijinkan poligami bagi pegawai negeri, pejabat negara, anggota TNI dan POLRI. Atau pelaku poligami yang tidak tahan atau berani menghadapi stigma negatif yang masih berkembang dalam masyarakat tertentu, karena beberapa pelaku poligami akhirnya menyengsarakan istri atau istri-istrinya akibat tidak bisa berbuat adil. Atau…. karena alasan biaya.

Jadi yang mana perlu diatur dan sejauh mana aturan bisa diterapkan. Kalau tidak layak untuk dipidanakan, sangsi apa yang bisa diberikan dan oleh siapa? Semua masih bisa dibicarakan dengan kepala dingin. Hal ini mungkin lebih baik daripada pro-kontra dan debat kusir yang tak pernah berujung pada penyelesain.

Terkait isue NIKAH SIRI dan POLIGAMI, saya sangat tidak setuju jika upaya Pemerintah ini dikait-kaitkan dengan pelegalan hubungan sex yang menyimpang. Seolah-olah dengan pengaturan NIKAH SIRI dan POLIGAMI, Pemerintah seolah-olah membiarkan atau mendorong terjadinya perselingkuhan, perzinahan dan perilaku sex bebas. Seakan-akan semua itu hanya dapat dicegah dan dilegalkan dengan NIKAH SIRI dan POLIGAMI.

Masyarakat, terutama para ulama seharusnya berhenti menganggap, bahwa pernikahan dan NIKAH SIRI adalah satu-satunya solusi untuk menanggulangi perilaku sex yang menyimpang. Satu-satunya solusi mengatasi kecenderungan perilaku sex menyimpang, yang dapat dipertanggung-jawabkan di dunia dan akherat adalah: PENGENDALIAN SYAHWAT ATAU NAFSU. Tak peduli berapapun gadis atau wanita yang telah dinikahi, jika syahwat dan nafsu tak terkendalikan, semua itu masih kurang dan kupang.

Terakhir, semua orang harus berhenti menganggap, bahwa pernikahan dan NIKAH SIRI hanya sekedar untuk melegalkan sex atau urusan syahwat. Pernikahan seharusnya memiliki tujuan yang lebih mulia dari itu. Bukankah sejatinya pernikahan bertujuan untuk membentuk sebuah KELUARGA ISLAMI yang sakinah, barokah dan mawardah? Sebuah keluarga yang dapat menjadi tempat persemain bagi generasi penerus Islam yang bertaqwa dan berilmu. Sebuah generasi yang akan mengantar kepada kejayaan agama dan peradaban Islam.

4 responses to “Nikah Siri Bla… Bla… Bla…

  1. Jika Anda mengantungkan diri pada keberuntungan saja, maka Anda membuat hidup Anda seperti lotere.

  2. Mau diproteksi kok malah menolak. Malah nuduh pemerintah gak becus, kurang kerjaan lah.

    Eko Deto: Ah, mungkin mereka lagi emosional aja, mas. Entar kalau sudah adem baru bisa berpikir secara obyektif.

  3. Yah, banyak polemik disini, tapi apakah sebaiknya memang dikembalikan pada suami-istri nya? kalau mau siri ya apa boleh buat toh, kalau meerka mati yang menghitung amalan bukan negara

    EKO DETO: kalau nikah siri yang dimaksud adalah nikah secara Islam yang tidak dicatatkan ke KUA karena alasan tertentu, pilihan dan resiko bisa dikembalikan kepada pelaku. Tapi kalau nikah siri yang tanpa wali dan saksi yang sering dipraktekkan hanya untuk menyembunyikan perselingkuhan atau perilaku sex menyimpang lainnya? Kalau nggak ada sangsi, bisa menjadi kebiasaan buruk yang berpotensi melecehkan aturan agama.

  4. hmm, kalau saya sih tergantung niat, kalau niatnya emang agar nikah mencegah hal-hal yang tidak diinginkan den mendapat manfaat ya gak pa-pa, tapi kalau untuk tidak baik, wah, sepertinya maksud saya juga masih terlalu luas yah? hehe, intinya saya setuju jika nikah siri diperbolehkan. loh jadi nentang pemerintah? begitulah, pemerintah kan bukan tuhan. hanya tuhan yang harus di turuti. hehehe

    EKO DETO: Maksudnya mungkin nikah siri diperbolehkan, tapi tetap diatur untuk meminimalisasi penyalah-gunaan dan dampak negatifnya. Soal siapa yang mengatur, sejauh mana diatur dan perlu tidaknya sangsi terhadap pelanggaran aturan tersebut, kan bisa dibicarakan dengan kepala dingin?!

Tinggalkan Balasan ke Andi Zulkifli Batalkan balasan